PENGERTIAN KONFLIK MENURUT PENDAPAT PARA PAKAR
Presented by: Kornelis Wiriyawan Gatu, S.Sos
( Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Universitas Merdeka Malang )
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi
disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik
dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan
kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini
dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1.
Pandangan tradisional (The
Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk,
sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan
dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan
suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap
terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2.
Pandangan hubungan manusia (The
Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai
suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik
dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok
atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota.
Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna
mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus
dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam
tubuh kelompok atau organisasi.
3.
Pandangan interaksionis (The
Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau
organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif,
tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif,
dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota
di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi
dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern
(Current View):
1.
Pandangan tradisional. Pandangan
tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan
konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang
optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus
dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang
dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak
manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2.
Pandangan modern. Konflik tidak
dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur
organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik
dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi
konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta
kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan
Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan
kontemporer (Myers, 1993:234)
1.
Dalam pandangan tradisional, konflik
dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat
menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya
suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan,
agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar.
Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap
orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang
lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah
dihindari.
2.
Pandangan kontemporer mengenai
konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi
persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya
secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan
organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi.
Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan
suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana
cara peningkatan kinerja organisasi.
Konflik Menurut Peneliti Lainnya
1.
Konflik terjadi karena adanya
interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin
mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku
komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik
berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu
proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara
bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada
konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi
juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan,
yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik
tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua
pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’
antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang
mengandung amarah.
2.
Konflik tidak selamanya berkonotasi
buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan,
1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran
dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya
membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik
adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa
bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di
masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila
sewaktu – waktu terjadi kembali.