Kamis, 26 Juli 2012

MAKALAH HUKUM OTONOMI DAERAH

MAKALAH HUKUM OTONOMI DAERAH :
PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Pengasuh : Prof. Dr Samsul Wahidin, SH.MH




 














Oleh :
Kornelis W. Gatu, S.Sos
NPK. : 10.74.0022


MAGISTER ILMU HUKUM
KONSENTRASI HUKUM TATA NEGARA
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2011




BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 tahun 2004) merupakan Undang-Undang (UU) yang mengatur secara gamblang tentang Pemerintahan Daerah (Perda). Terkait dengan UU ini saat ini sedang hangat diperbincangkan tentang “Pemilihan Kepada Daerah oleh DPRD”. Jika dikaitkan dengan demokrasi yang mana pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemahaman sederhana yang dapat digambarkan atas sebuah demokrasi. Demokrasi ini dituangkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945), yaitu “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang”.
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). DPRD adalah wakil rakyat yang dipilih rakyat untuk mewakili aspirasi mereka di pemerintahan. Jika dilihat dari pengertian demokrasi itu sendiri dimana terdapat demokrasi secara tidak langsung (representatif demokrasi). Memang dimungkinkan terjadinya pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
Namun saat ini hal ini masih menjadi pertentangan karena jika disandingkan juga dengan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Dalam pasal tersebut kata “langsung” ditafsirkan dan juga mengkehendaki dilakukannya pemilihan kepala daerah oleh rakyat secara langsung. Dimana setiap warga negara memiliki hak suara untuk individu yang telah memenuhi syarat. Alasan lain yang menjadi faktor lahirnya wacana ini adalah masalah finansial. Dana yang digunakan untuk setiap pemilihan kepala daerah memang terbilang besar. Jika dana tersebut dialihkan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat tentu akan lebih baik. Tetapi terdapat juga kubu kontra untuk wacana tersebut yang memandang akan mudahnya terjadi jual beli suara antara setiap oknum yang berkepentingan untuk berkuasa di tingkat daerah.
Untuk itu perlu dikaji lebih mendalam mengenai wacana yang sedang hangat diperdebatkan di nasional. Disamping itu sebagai bahan pembelajaran dalam materi “Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah” maka kasus tersebut diangkat sebagai perbandingan antara teori dan fakta dilapangan. Perlu juga ditemukan solusi untuk setiap permasalahan tersebut.


B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banayak hal yang peru dibenahi. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi rumusan masalah yaitu :
  1. Mengapa wacana Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD bisa terjadi ?
  2. Bagaimanakah perbandingan antara teori dengan fakta dilapangan ?
  3. Bagaimanakah problem solving untuk kasus Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan cara pencegahannya ?

TINJAUAN PUSTAKA
A.           Tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Wacana pemilihan Gubernur yang merupakan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD ini tentu berhubungan erat dengan demokrasi. Demokrasi yang memberikan kedaulatan berada ditangan rakyat. Istilah deokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía) “kekuasaan rakyat”, yang dibentuk dari kata (dêmos) “rakyat” dan (Kratos) “kekuasaan”. Demokrasi muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau sering disebut Pilkada, merupakan perkara wajib yang harus dilaksanakan setelah periode untuk menjabat habis sebagaimana dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pilkada sendiri adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sebelum dilangsungkannya Pilkada tersebut calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat yang ditentukan pada Pasal 58 UU No. 32 tahun 2004. Dalam hal ini yang disebut sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:
Pada awalnya pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Ketika diundangkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, Pilkada belum ditetapkan dilakukan dengan pemilihan umum (pemilu). Hingga Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Hingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU No. 22 tahun 2007) diundangkan pada tahun 2007 berlaku. Pilkada diberlakukan yang kemudian disebut “pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah”. Setelah UU No. 22 tahun 2007 diundangkan, Pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarakan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
Namun dalam penyelenggaraannya terdapat spesialisasi dalam Pilkada. Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).
Penyelenggaraan Pilkada dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Pilkada diselenggarakan dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Keanggotaan dari Panwaslu terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 57 ayat (3) UU No. 32 tahun 2004. Keanggotaan tersebut diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD sesuai Pasal 57 ayat (5) UU No. 32 tahun 2004
Peserta Pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini sesuai dengan Pasal 56 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004. Namun ketentuan ini diubah dengan UU No. 12 tahun 2008 yang menyatakan bahwa “peserta Pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang”. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Sedangkan spesialisasi kembali terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal.
Istilah demokrasi diperkenalkan kali pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan banyak orang (rakyat). Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut.
  1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
  2. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
  3. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.




BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pembahasan Secara Umum
Demokrasi adalah sangat berkatitan erat dengan kekuasaan yang lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia ingini. Jadi masalah keadilan menjadi penting, dalam arti dia mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi harus dihormati haknya dan harus diberi peluang dan kemudahan serta pertolongan untuk mencapai itu.
Rakyat bebas menyampaikan aspirasinya demi kepentingan bersama. Kepentingan bersama yang harus direalisasikan oleh para profesi hukum. Tetapi “terjadinya penyalahgunaan profesi hukum tersebut disebabkan adanya faktor kepentingan”.[1] Wacana pemilihan Gubernur oleh DPRD ini terjadi karena banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam Pemilukada. Salah satunya adanya money politik yang dapat mengungah ideologi masyarakat dalam menentukan pilihannya. Berbagai alasan yang memicu terjadinya wacana pemilihan gubernur oleh DPRD.
Namun, terkait dengan pemilihan gubernur oleh DPRD yang diwacanakan saat ini jelas bertentangan dengan prinsip demokrasi yang dianut Indonesia. Dimana dalam demokrasi terdapat prinsip dan syarat yang harus terpenuhi agar dapat memenuhi penerapan implementasi demokrasi tersebut. Setiap prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam suatu konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “soko guru demokrasi.”Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:

  1. Kedaulatan rakyat;
  2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
  3. Kekuasaan mayoritas;
  4. Hak-hak minoritas;
  5. Jaminan hak asasi manusia;
  6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
  7. Persamaan di depan hukum;
  8. Proses hukum yang wajar;
  9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
  10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
  11. Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Terkait dengan hal tersebut maka adapaun pokok pikiran atau landasan berpikir suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat 2 (dua) asas pokok demokrasi, yaitu:
  1. Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jurdil;
  2. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
Terdapat statement bahwa “Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik”. Jika pemilihan Gubernur dan wakilnya oleg DPRD terrealisasi maka tentu telah menyalahi ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 yang disebutkan bahwa pemilihan seharusnya dilakukan secara langsung.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-­Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Nomer 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nemer 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Tahapan Pilkada secara langsung dibagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.  
Tahap Persiapan meliputi :
  1. Pemberitahuan DPRD kepada KDH dan KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
  2. Dengan adanya pemberitahuan dimaksud KDH berkewajiban untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD.
  3. KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan Pemilihan KDH dan WKDH yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan PILKADA, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
  4. DPRD membentuk Panitia pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, perguruan Tinggi, Pers dan  Tokoh masyarakat.
Misalnya diambil suatu contoh untuk pemilihan Gubernur diawali dengan proses penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sampai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), begitu juga proses pencalonan, kampanye sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara serta penetapan jadwal pelaksanaan. Dalam tahapan selanjutnya dilakukan Pengumuman Pendaftaran dan Penetapan Pasangan Calon Peserta pemilihan adalah pasangan calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi di DPRD atau 15 % dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi DPRD apabila hasil bagi jumlah kursi menghasilkan angka pecahan maka perolehan 15 % dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas, sebagai contoh jumlah kursi DPRD 45 dikali 15 % sama dengan 6,75 kursi sehingga untuk memenuhi persyaratan 15 % adalah 7 kursi. Selanjutnya dilakukan penelitian persyaratan pasangan calon dengan meminta kepada KPUD untuk selalu independen dan memberlakukan semua pasangan calon secara adil dan setara serta berkoordinasi dengan instansi teknis seperti Diknas apabila ijazah cajon diragukan. Dalam melakukan penelitian persyaratan pasangan calon agar dilakukan secara terbuka, apa kekurangan persyaratan dari pasangan calon dan memperhatikan waktu agar kekurangan persyaratan tersebut dapat dilengkapi oleh pasangan calon.
Sebelum sampai pada tahapan penyelenggaraan pemilihan, sehingga diperlukan langkah-langkah koordinasi yang optimal. Kampanye dilaksanakan antara lain melalui pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran melalui media cetak/elektronik, pemasangan alat peraga dan debat publik yang dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum pemungutan suara yang disebut masa tenang. Terkait dengan kampanye melalui media cetak/elektronik, Undang-undang menegaskan agar media cetak/elektronik memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye. Selain daripada itu pemerintah daerah juga diwajibkan memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon untuk menggunakan fasilitas umum.   Pengaturan lainnya tentang kampanye adalah :
  1. Pasangan calon wajib menyampaikan visi misi dan rogram       secara lisan maupun kepada masyarakat.
  2. Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan   carasopan, tertib dan bersifat edukatif.
  3. Larangan kampanye antara lain menghasut atau mengadu domba partai politik atau kelompok masyarakat dan menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah serta melakukan pawai arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan di jalan raya.
  4. Dalam kampanye pasangan calon atau tim kampanye dilarang melibatkan PNS, TNI/Polri sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan.
  5. Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil Kepala daerah dalam melaksanakan kampanye tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dan harus menjalankan cuti.
Dengan telah terpenuhinya syarat dan prasyarat sebelum dilakukannya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah maka masih dilalui berbagai proses baik sebelum dan sesudah terpilihnya sebagaiman telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.














BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan
Demokrasi adalah pondasi dalam menjalankan pemerintahan termasuk halnya dalam melakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Namun banyaknya faktor kepentingan politik menjadi salah satu penyebab dari berbagai alasan diwacanakannya pemilihan Gubernur dan wakil gubernur (Kepala dan wakil kepala daerah) oleh DPRD.

B.        Saran
Sebagai negara hukum dan berlandaskan pada kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka segala sesuatunya harus bersalal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga, dilakukan pemilihannya hendaknya tetap sesuai dengan kondisi saat ini yang harus berlandaskan dengan demokrasi. Sebagai bentuk implementasi dan pengamalan konstitusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 











DAFTAR PUSTAKA

http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=156710851015131&topic=189 diakses pada hari Rabu tanggal 20 April 2011 pukul 13:03 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi diakses pada hari Kamis tanggal 28 April 2011 pukul 22:02 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_kepala_daerah_dan_wakil_kepala_daerah diakses pada hari Rabu tanggal 20 April 2011 pukul 13:00 WIB
http://www.pkb-majalengka.or.id/2011/03/ruu-Pilkada-hilangkan-pemilihan-wakil.html diakses pada hari Rabu tanggal 20 April 2011 pukul 13:03 WIB
Supriadi, Etika & Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, 2008, Jakarta: PT Sinar Grafika


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar