Selasa, 24 Juli 2012

SURAT DARI KAMI UNTUK KAPOLRES ENDE


GERAKAN KOMUNIKASI  KELUARGA BESAR
MOSALAKI ‘KOE KOLU’ HEBESANI
BALAI RUMAH ADAT TANI PAGA LISE NGGONDERIA
Jln. Raya Tani Senda No.2 Watuneso Wawo Kel.Watuneso
Kec.Lio Timur Ende – NTT – Indonesia
Email: anakwanes@yahoo.com Mobile Phone : 082 132 388 704

Nomor             : 02  / Prot./GKKB - MOSKOSANI / XII / 2011
Lamp.              : -
Perihal             : Protest dan Kecaman


Kepada
Yth. Bapak Kapolres Ende
Di
Ende


Dengan hormat,
Kami sampaikan Puji Syukur atas Karunia yang telah diberikan kepada kita sekalian dihari – hari sebelumnya dan atas nama Keluarga Besar melalui ruang komunikasi perdana lewat surat ini, kami pantas sampaikan profisiat atas kiprah sukses dari institusi yang bapak pimpin dan semoga kedepan dapat ditingkatkan lebih baik lagi.
Bapak Kapolres Ende yang kami hormati, untuk meningkatkan relasi antara masyarakat kami dengan institusi yang bapak pimpin,maka dibutuhkan komunikasi yang efektif, efisien dan lebih bersifat rutin dan surat perdana ini bermaksud menyampaikan sebuah hal yang telah terjadi pada masyarakat kami di Watuneso Kecamatan Lio Timur Kabupaten Ende yang tentunya akan menghambat niat baik tersebut. Masyarakat yang kami maksudkan adalah masyarakat hukum adat yang mendiami wilayah hukum adat Mosalaki Koe Kolu Hebesani Lise Nggonderia Kecamatan Lio Timur yang selanjutnya dapat juga disebut sebagai masyarakat bangsa Indonesia.
Realitas persoalan itulah kemudian memaksa kami untuk buka suara sekalipun kehadiran surat ini dipandang kurang etis. Namun, biarkan ketulusan atas keterbukaan hati kamilah yang menjadi saksi akan fakta yang telah dialami.

Demikianlah kronologis peristiwanya:
Ø                Kurang lebih 2 Minggu lalu, ada salah seorang warga masyarakat di Kampung Jembatan Besi Kecamatan Lio Timur yang diduga bernama Kanisius Woda bersama istrinya diyakini bernama Vina telah dengan sadar dan sengaja dimuka umum melakukan percobaan perampasan tanah ulayat adat Mosalaki Koe Kolu Hebesani Lise Nggonderia Kecamatan Lio Timur tepatnya di Kampung Ase yang dulunya bernama Kampung Hubu Rasi dan tentunya secara turun temurun yang bersangkutan tahu bukan milik pribadinya melainkan milik Masyarakat Adat setempat dan selanjutnya dibawah kuasa pengawasan Mosalaki selaku Kepala Adat sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk dapat mengelola bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Yang dimaksud dengan rakyat adalah seluruh penduduk Indonesia termasuk di dalamnya masyarakat adat.
Dan selanjutnya dalam Pasal 18B ayat (2) (Amandemen kedua) menyebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Dan juga pada Pasal 28i ayat (3) (Amandemen Kedua) menyebutkan bahwa “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”
Hak ulayat adalah hak masyarakat hukum adat terhadap tanah dan perairan serta isinya yang ada di wilayahnya berupa wewenang menggunakan dan mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah dan perairan serta lingkungan wilayahnya di bawah pimpinan kepala adat.
Dalam hal ini, tentunya eksistensi hak ulayat harus melihat pada tiga hal yaitu:
1.      Adanya masyarakat hukum adat yang memenuhi ciri-ciri tertentu tentang subyek hak ulayat.
2.      Adanya tanah / wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai Lebensraum yang merupakan obyek hak ulayat.
3.      Adanya kewenangan masyarakat hukum adat untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.

Ø                Perwakilan masyarakat Adat yang mendiami kampung Ase atau Hubu Rasi yang kemudian diketahui bernama Sdra. Dosi, karena menyadari fungsinya sebagai aji ana ( anggota keluarga ) Mosalaki dan karena merasa bahwa kewibawaan Mosalaki sebagai pimpinan Adat dilecehkan, tidak dihargai serta tidak diberitahu atas tindakan sewenang – wenang dan diduga kuat bermaksud merampok sebidang tanah ulayat Adat yang dilakukan oleh terduga Sdra. Kanisius Woda maka, Sdra. Dosi kemudian memberitahukan peristiwa ini kepada Mosalaki Hebesani di Rumah Adat.
Ø                Menyikapi Pemberitahuan Sdra. Dosi, Mosalaki kemudian memanggil sejumlah tokoh Adat yang memiliki hubungan dengan status tinggal dan garap atas tanah Adat dimaksud untuk melakukan penyelesaian secara kekeluargaan sebagaimana mestinya. Tokoh yang dihadirkan dalam forum Adat tersebut adalah dari sejumlah Kepala Suku di wilayah Hukum Adat Mosalaki Koe Kolu Hebesani. Kesepakatan yang dicapai adalah Mosalaki selaku pimpinan Adat melakukan penegasan dari patokan batas sesuai keadaan sebelum sengketa terjadi.
Ø                Sdra. Dosi, menyampaikan kepada institusi Polsek Lio Timur agar mengawasi dan mengantisipasi kemungkinan merebaknya konflik horizontal di Tempat Kejadian Perkara ( locus delicti ) sementara Yang Terhormat Kapolsek Lio Timur tidak berada ditempat. Yang Terhormat Kapolsek Lio Timur disinyalir sedang berada di luar wilayah hukumnya untuk beberapa hari.
Ø                Sejumlah anggota Keluarga Besar bersama Mosalaki selaku pimpinan Adat turun ke lokasi tepatnya di Kampung Ase atau dapat disebut juga dengan Kampung Hubu Rasi guna melakukan patok ulang tapal batas. Patokan yang dipatok Mosalaki coba dicabut kembali oleh sejumlah perempuan yang diduga dipimpin oleh Sdri. Vina yang diyakini sebagai isteri sah dari Sdra. Kanisius Woda. Tindakan itu kemudian membakar kemarahan anggota Keluarga Besar Mosalaki Hebesani karena dianggap melecehkan Kepala Adat. Potensi konflik semakin nyata dan suasana pun tegang namun 4 ( empat ) oknum Polisi dari Polsek Lio Timur yang saat itu berada di lokasi kejadian hanya terdiam tanpa tindakan apa-apa dan ini tentunya bertentangan dengan Etika Profesi Polri Dalam Hubungan dengan Masyarakat Pasal; 10 Ayat; 1 point, f yang berbunyi;  Melakukan tindakan pertama Kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas kepolisian , baik sedang bertugas maupun di luar dinas. Tergambar jelas, peristiwa ini syarat scenario jebakan.
Ø                Tindakan diam sejumlah oknum Polisi pada sengketa tanah ulayat adat ini memperparah suasana karena dianggap tidak netral dan Ketidakberadaan Yang Terhormat Kapolsek Lio Timur untuk beberapa hari itu, memicu kecurigaan Masyarakat Hukum Adat dan banyak pihak bahwa Yang Terhormat Kapolsek diduga hendak cuci tangan dari kasus tersebut.

Ø                 Selanjutnya, sekelompok masyarakat anggota Keluarga Besar Mosalaki  turun kembali ke lokasi untuk menanam sejumlah jenis tanaman termasuk di dalamnya Pohon Kelapa. Dari 2 kubu bersengketa akhirnya bertemu di lokasi sengketa. Aksi tanam sejumlah jenis tanaman dilakukan dan berjalan ‘in emergency situation’. Saat itu sejumlah oknum Polisi berada di lokasi kejadian. Tindakan yang dilakukan adalah, melakukan penyitaan terhadap semua parang yang dibawah oleh Kelompok anggota Keluarga Besar Adat namun membiarkan atau tidak melakukan penyitaan terhadap sejumlah Parang milik kelompok lawan.
            Hal ini aneh dan dianggap provokatif yang kemudian memperkuat kecurigaan banyak masyarakat dengan menimbulkan pertanyaan besar; Apakah institusi Polsek Lio Timur independen dalam menangani kasus tersebut? Ataukah sebaliknya terlibat dibalik scenario untuk menghancurkan kekuasaan ulayat adat pada wilayah hukum adat setempat?  

Ø                Salah satu anggota Keluarga Besar Adat memeriksa lokasi kejadian dan ditemukan tanaman anakan Pohon Kelapa yang ditanam sehari sebelumnya telah dibabat hingga hancur. Peristiwa ini kemudian dilaporkan Kepada Polsek Lio Timur bersama barang buktinya.

Ø                Penyidik pada Polsek Lio Timur sama sekali tidak melakukan tindakan penyelidikan lapangan dan memanggil sejumlah pihak yang dicurigai sebagai langkah hukum untuk memproses laporan yang telah di buat Berita Acara Pemeriksaan dan beralasan bahwa Yang Terhormat Kapolsek belum berada ditempat sehingga belum dapat ditindaklanjuti. Ini justeru bertentangan dengan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana.  

Ø                Penyidik pada Polsek Lio Timur melayangkan surat panggilan pertama kepada Sdra. Richardus Ratu sebagai pelapor agar menghadap Penyidik pada hari / tanggal; Selasa, 29 November 2011.

Ø                Tanpa didampingi Mosalaki selaku Kepala Adat, Hari / tgl; Selasa, 29 November 2011 Pukul; 08.00 wita ratusan orang dari anggota Keluarga Besar mendatangi Kantor Polsek Lio Timur dan dikonfrontasi dengan kelompok lawan serta sejumlah pihak yang sebenarnya tidak memiliki sangkut paut terkait kasus ini dan akhirnya atas pra karsa Anggota Polsek Lio Timur bernama Martin Gowing dialog yang membedah sengketa tanah ulayat adat berjalan. Lucunya, kasus yang dilaporkan oleh Richardus Ratu adalah tentang Pembabatan tanaman pohon Kelapa tapi, yang dibicarakan dalam forum di Kantor Polsek Lio Timur itu malah sejarah tanah adat. Apa kepentingan penyidik terhadap sejarah tanah setempat? Bukankah sejarah tanah adat hanya dapat dibicarakan di Rumah Adat atau di muka Hakim jika diminta untuk kepentingan proses hukum selama persidangan?
             Penyidik dan seluruh anggota Kepolisian pada Polsek Lio Timur bersama pimpinannya hendaknya bisa membedakan antara sifat atau jenis kasus, laporan dan yang mana semestinya diusut. Jika demikian, tidaklah berbeda antara’ sakit diperut, justeru kepala yang diobati’
             Belum lagi, disaat perdebatan dari ke-2 kelompok berbeda sedang memanas, dan disaksikan banyak orang, tiba - tiba muncul pernyataan ancaman terlontar dari mulut anggota Polsek Lio Timur Martinus Pora yang bernada provokatif dan membakar emosi anggota Keluarga Besar begini; Kenapa ame Mosalaki tidak datang? Jika 2 kali dipanggil tidak datang maka, biar Mosalaki saya tangkap..!!
             Pernyataan itu membangkitkan reaksi kekecewaan kami sebagai anggota Keluarga Besar Mosalaki kepada institusi Polsek Lio Timur. Dan Selaku Ketua Umum Gerakan Komunikasi Keluarga Besar Mosalaki ‘Koe Kolu’ Hebesani Lise Nggonderia pada wilayah hukum adat ini, saya; Kornelis Wiriyawan Gatu, putera kandung turunan lurus dari Martinus Banda ( alm.), bermarkas pada Rumah Adat Tani Paga wilayah hukum adat Lise Nggonderia dan yang saat ini sedang menempuh studi Sarjana Strata – 2 Magister Ilmu Hukum pada salah satu Perguruan Tinggi di Jawa Timur bermaksud menanyakan kepada saudara Martinus Pora dan institusi Polsek Lio Timur sebagai berikut;

1.          Apa dasar hukum yang Sdra. Martinus Pora, anggota Polisi dan institusi pada Polsek Lio Timur pakai untuk menangkap Mosalaki selaku pimpinan masyarakat adat kami?
2.          Apa motivasi Sdra. Martinus Pora, anggota Polisi dan institusi pada Polsek Lio Timur dalam sengketa tanah ulayat adat ini?
3.          Mengertikah Sdra. Martinus Pora, anggota Polisi dan institusi pada Polsek Lio Timur akan maksud dari Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan segala kriterianya sebagaimana maksud yang terkandung pada; Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya, Pasal 28i ayat (3) (Amandemen Kedua) dan Pasal 18B ayat (2) (Amandemen kedua) serta Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat?
4.          Adakah niat Sdra. Martinus Pora, anggota Polisi dan institusi pada Polsek Lio Timur untuk menghancurkan kekuasaan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat setempat dengan cara memprovokasi dan akhirnya berdampak pada konflik yang selanjutnya saudara - saudara menjadi penguasa baru di Wilayah Hukum Adat kami?
5.          Apakah saudara – saudara sekalian yang bertugas pada Wilayah Hukum Adat kami baik dalam kapasitas anggota maupun pimpinan pada Polsek Lio Timur memiliki hati yang ikhlas, jujur, tulus, adil dan telah berupaya membangun hubungan komunikasi yang sehat, efektif dengan masyarakat pada wilayah hukum adat kami demi menjaga martabat serta citra institusi Kepolisian secara umum?
6.          Ingat..!! Jangan Ada Dusta Diantara Kita..!!Polisi dan Masyarakat, jangan seperti Kucing dan Tikus.
7.          Tahukah saudara - saudara, dengan kejadian tersebut, Sdra. Richardus Ratu kemudian menyatakan mencabut laporannya saat itu juga. Dan melalui fakta peristiwa ini, kami sepantasnya menilai bahwa institusi Polsek Lio Timur sudah tidak dipercayai lagi independensinya
Bapak Kapolres Ende yang kami hormati !
            Maaf beribu maaf ! Pada prinsipnya, dari hati nurani yang terdalam, kami tidak bermaksud mengecam keras peristiwa ancaman terhadap pimpinan adat kami dalam kaitan penyelesaian sengketa tanah ulayat adat dimaksud. Ini hanya suara yang coba kami sampaikan dengan keberanian luar biasa dan baiklah menjadi potret perhatian bersama.
            Sejumlah argumentasi kami diatas, sesungguhnya menunjukan bahwa kami selaku masyarakat pada Wilayah Hukum Adat  Mosalaki ‘Koe Kolu’ Hebesani Lise Nggonderia Lio Timur sangat kecewa terhadap oknum Polisi tertentu. Lewat dialog ini, kami mengharapkan agar peristiwa yang bersifat mengancam serta men-diskreditkan masyarakat serta pimpinan adat kami tidak terulang lagi.
            Atas pengertian dan kerjasama yang baik dari bapak Kapolres, kami representasi dari segenap anggota Keluarga Besar Mosalaki ‘Koe Kolu’ Hebesani Lise Nggonderia Lio Timur menyampaikan terima kasih.

Watuneso - Lio Timur,
Ende, 2 Desember 2011


Hormat kami,
Gerakan Komunikasi Keluarga Besar Mosalaki ‘Koe Kolu’ Hebesani
Lise Nggonderia Lio Timur

   Ketua Umum                                                               Sekretaris Jenderal

                          ttd                                                                                         ttd
       Kornelis Wiriyawan Gatu                                                         Aleks Promari


Tembusan disampaikan kepada:
-            Yth. Mosalaki ‘Koe Kolu’ Hebesani Lise Nggonderia di Lio Timur
-            Yth. Kapolsek Lio Timur di Watuneso
-            Yth. Para Kepala Suku di wilayah Hukum Adat Mosalaki ‘Koe Kolu’ Hebesani
-            Yth. Bupati Ende di Ende
-            Yth. Ketua DPRD Ende di Ende

-            Yth. Kepala Badan Kesbangpollinmas Kab.Ende di Ende
-            Yth. Kapolda NTT di Kupang
-            Yth. Gubernur NTT di Kupang
-            Yth. Ketua DPRD NTT di Kupang
-            Yang Mulia Sri Sultan Hamengkubuwono ke-X di Yogyakarta
-            Yth. Pimpinan Ombudsman RI di Jakarta
-            Yth. Pimpinan Indonesian Police Watch di Jakarta
-            Yth. Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta
-            Yth. Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta
-            Yth. Komite Etik Kepolisian RI di Jakarta
-            Yth. Kepala Kepolisian RI di Jakarta
-            Yth. Presiden Republik Indonesia di Jakarta
-            Arsip.


Etika Profesi Polri Dalam Hubungan Dengan Masyarakat
Pasal 10
  1. Dalam etika hubungan dengan masyarakat anggota Polri wajib :
a.  Menghormati harkat dan martabat manusia melalui penghargaan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia.
b.   Menjujung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga negara.
c.  Menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menjunjung tinggi nilai kejujuran , keadilan dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat.
d.  Menegakkan hukum demi menciptakan tertib sosial serta rasa aman publik.
e.  Meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat .
f.  Melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang yang diwajibkan dalam tugas kepolisian , baik sedang bertugas maupun di luar dinas.
2.   Anggota Polri Wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dari organisasinya serta menjungjung tinggi nilai kejujuran , keadilan dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf c, dengan senantiasa :
a.  Memberikan keterangan yang benar dan tidak menyesatkan .
b.  Tidak melakukan pertemuan di luar pemeriksaan dengan pihak - pihak yang terkait perkara.
c.   Bersikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang di tanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesainnya .
d.   Tidak boleh menolak permintaan pertolongan / bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya.
e.   Tidak mencari - cari kesalahan masyarakat.
f.   Tidak menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat.
g.   Tidak mengeluarkan ucapan atau isyarat yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan atas pelayanan yang di berikan kepada masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar